Selasa, 07 Januari 2014

Notes

Selasa, 7 Januari 2014

Disini hampa.
Disini sepi.
Disini kosong.

Yang aku rasa hanya sentuhan tangan-tangan Tuhan yang selalu membelaiku. Hanya kasih sayang, kekuatan dan keyakinan-Nya lah yang membuatku bertahan. Jika ini memang akibat yang harus aku tuai, sungguh aku terima. Jika ini memang ujian dari-Mu, tolong buat darahku sekental madu, buatlah tulangku kekeras baja, buatlah hatiku sekuat pedang para pejuang syahid-Mu agar aku bisa melawati ujian ini sesuai yang Kau mau. Jika ini memang musibah dari-Mu, sesungguhnya hanya Engkaulah yang berhak mengangkatnya.

Kecamuk di hatiku saat ini adalah tentang orang yang sama. Orang yang selalu ada untukku sampai saat ini, walaupun tak jarang aku mengecewakannya. Orang yang selalu setia padaku, meski saat ku merasa jenuh. Orang yang pernah memperjuangkanku, meski saat aku merasa ragu. Orang yang selalu tersenyum jika melihatku. Orang yang selalu berhasil menenangkanku jika aku sedang kalut. Orang yang selalu ada di setiap doaku, dan aku berharap Allah tidak bosan mengdengar lantunan nama itu.

Aku tau ia tak mengharapkanku sekuat dulu, karena hatinya sempat berpindah. Ingin rasanya tidak percaya, tapi itu nyata. Mungkin itu juga yang pernah ia rasakan.

Saat ini aku merasa cemburu padanya. Hidupnya kian sempurna. Mempunyai orang tua yang dekat denganya. Mempunyai teman-teman yang memperhatikannya. Mempunyai banyak relasi. Mempunyai segudang kegiatan karena ia seorang aktivis oraganisasi.
Sedangkan aku? Disini aku sendiri. Tinggal di sepetak rumah yang Alhamdulillah aku rasa nyaman. Aku tak punya sanak saudara sama sekali di tanah rantau ini. Datang ke kampus dan bercengkrama dengan teman-teman yang lain hanya formalitas bagiku. Sampai dirumah, tak ada lagi yang bisa aku ajak mengobrol. Dulu, saat sampai rumah pun selalu ada kalimat yang menggelitik yang dapat aku baca di handphone darinya. Karena dengan kabarnya lah aku merasa lebih baik.

Mengapa aku merasa se-begitu-nya dengan orang yang Allah pun belum menjawab, ” Iya, dia orang yang tepat untukmu” dalam setiap doaku?
Entah keyakinan ini datang darimana, bahwa aku yakin Allah tidak tuli untuk mendengar dan mengabulkan semua seruan doaku.
Sesal saat ini kurasa tak ada gunanya. Sudah hampir 3 tahun aku telah terbiasa dengan kehadirannya.
Terbiasa?
Ya, terbiasa dengan ia yang selalu ada saat aku butuhkan. Terbiasa dengan celotehnya setiap hari. Terbiasa ditemani kemanapun aku pergi. Terbiasa berkeluh kesah, dan suka duka bersamanya. Terbiasa dengan kabar setiap harinya yang menyenangkan. Terbiasa dengan sosok tenang dan menenangkan saat aku emosi (walau saat itu aku gengsi mengakui bahwa dia selalu berhasil dengan cepat meredakanku, seakan tak pernah percaya ada orang yang bisa meredakanku secepat ini *jahat memang). Terbiasa dengan ia yang selalu bertutur manis dan sopan. Selalu tersenyum walaupun aku sedang ngambek (saat itu jutek akut). Selalu ramah pada teman-temannya. Ia pernah sebal kepada seseorang pun kuhitung hanya sekali selama ini. Marah pada orang lain, bisa ku hitung dengan jari dan satu tanganpun tak penuh.

Ya Allah bagaimana bisa Kau menciptakan makhluk se-sabar itu?
Bagaimana bisa aku mengecewakannya?

Kini sosok itu kurasa kian luntur untukku, tapi tidak untuk teman-temannya. Bukan, bukan karena dia berubah. (Kuharap) Bukan juga dia mau menghidar dariku. Tapi aku anggap sosoknya yang dahulu menjadi panutanku adalah sebagai kado terindah dari Allah untukku suatu saat nanti. Dan saat ini aku mulai terbiasa dengan kegiatan baruku untuk mengobati rasa cemburu dan iri-ku ini. Berkumpul dengan orang-orang sholeh, itu salah satu obat hati yang Kau anjurkan. Kini ibu-ibu muda pengajian itu kian akrab denganku. Terlepas dari anggapan mereka yang menyangka aku mau nikah muda atau apalah, melihat putra-putri mereka yang tak jarang dibawa ke pengajian itu cukup menghiburku J

Semoga ia tak lagi membuatku ragu.
Semoga ia juga tak menemukan rasa lagu padaku.
Semoga ia tidak berharap aku dapat menemukan probadi lain selain dirinya.
Semoga ia juga tidak menemukan pribadi lain selain diriku.
Semoga tulisannya ini juga tidak membuatnya merasa ilfeel padaku, karena dipikirnya aku adalah wanita yang terlalu ngebet atau ngeyel.

Lega.
Saat aku tumpahkan apa yang aku rasakan. Pada-Mu dalam setiap sholat wajib dan sunnahku, padanya memalui tulisan ini J